Andrea Pirlo tak menyesali keputusannya meninggalkan periode emas di AC Milan untuk bergabung dengan Juventus pada tahun 2011. Namun, melihat kualitasnya yang masih sangat baik, aneh saja rasanya Milan melepas pemain sepertinya ke rival secara gratis.
Ternyata ada cerita pahit di balik kepindahan Andrea Pirlo ke Juventus. Kabarnya, meski sang pemain sudah mengabdi selama satu dekade di Milan, Pirlo sempat mendapat perlakuan kurang sedap dari manajemen klub. Habis manis sepah dibuang, begitu kira-kira apa yang dirasakan Pirlo di penghujung karirnya di Milan.
Namun, saat kontraknya tidak diperpanjang dan akhirnya berlabuh ke La Vecchia Signora secara cuma-cuma, Pirlo membuktikan kalau dirinya belum habis. Rangkaian prestasi pun ia raih bersama Juve. Dan berikut adalah kisah pengkhianatan AC Milan terhadap kesetiaan Andrea Pirlo.
Bergabung dari Inter Milan
Nama Andrea Pirlo mulai menarik perhatian ketika bergabung dengan Inter Milan pada tahun 1998. Namun, karirnya di Inter tak semulus yang diharapkan. Karena pelatih Inter saat itu, Marcelo Lippi memiliki standar yang cukup tinggi, Pirlo kesulitan untuk menembus skuad utama sehingga lebih sering menjadi pemain pinjaman.
Menurut Lippi, Pirlo terlalu lambat dan memiliki kondisi fisik yang buruk sebagai gelandang serang. Meski secara teknik Pirlo memang mumpuni, secara fisik Lippi merasa kalau Pirlo sangat tertinggal dari pemain-pemain seangkatannya.
Pirlo hanya berseragam Inter selama kurang lebih tiga tahun. Meski lebih sering menjadi pemain pinjaman, kualitas Pirlo tetap terlihat. Jadi, ketika Inter ingin melepasnya, banyak yang ingin menampungnya, tak terkecuali AC Milan.
Merasa tak ada tempat, Pirlo pun memutuskan hengkang dari Inter pada tahun 2001. Tak jauh-jauh, AC Milan lah yang ia pilih. Tentu Inter tak mau rugi, Rossoneri harus merogoh kocek sekitar 17 juta euro atau setara dengan Rp276 miliar jika disesuaikan dengan kurs sekarang.
Menjadi Regista
Sialnya, Pirlo didatangkan Milan di tahun yang sama dengan Rui Costa, salah satu gelandang serang bertipikal classic number 10 terbaik di dunia. Belum lagi Rossoneri juga sudah memiliki gelandang-gelandang top macam Fernando Redondo, Massimo Ambrosini, dan Gennaro Gattuso.
Benar saja, di bawah asuhan Fatih Terim, Pirlo tak mendapat tempat di skuad utama. Ia hanya diplot untuk menjaga kedalaman skuad Milan yang kala itu bermain di banyak kompetisi. Bahkan dalam 15 pertandingan awal Serie A musim 2001/02, Pirlo hanya bermain sebanyak tiga kali. Itu pun selalu dimulai dari bangku cadangan.
Harapan mulai muncul ketika Milan memutuskan untuk mengganti Fatih Terim dengan pelatih asal Italia, Carlo Ancelotti pada November 2001. Sebelum melatih Milan, Ancelotti ternyata sudah mengamati Pirlo sejak masih berseragam Brescia. Ancelotti merasa kalau Pirlo memiliki potensi untuk memainkan peran yang lebih dalam, yakni sebagai gelandang bertahan.
Yang tadinya bermain sebagai gelandang serang, Ancelotti mengubah posisi Pirlo jauh ke belakang. Ia akan bermain persis di depan dua bek tengah tanpa harus mengandalkan kecepatan, karena Pirlo akan memiliki lebih banyak pilihan dan ruang untuk berkreasi. Di Italia, posisi ini lebih dikenal dengan Regista. Setelah berganti posisi, barulah penikmat sepakbola Italia melek akan kualitas sesungguhnya dari seorang Andrea Pirlo.
Sukses Bersama Milan
Di musim kedua, Pirlo kian mapan memainkan peran Regista. Ia menghadirkan trofi untuk Milan. Tak tanggung-tanggung, Pirlo menghadirkan dua trofi sekaligus, yakni Coppa Italia dan Liga Champions musim 2002/23.
Pirlo sekali lagi menjadi bagian penting dari skuad asuhan Carlo Ancelotti yang memenangkan gelar musim berikutnya. Scudetto Milan di musim 2003/04 menunjukkan betapa kuatnya Rossoneri baik di Eropa maupun di kompetisi domestik.
Setelah itu, gelar-gelar lain pun mulai mengikuti. Bersama Ancelotti, Pirlo bahkan memenangkan gelar Liga Champions keduanya. Setelah kalah dari Liverpool di final Liga Champions tahun 2005, Pirlo berhasil membalaskan dendam AC Milan di Liga Champions tahun 2007. Kala itu, Milan mengalahkan Liverpool dengan skor 2-1
Berkat kehebatannya di lapangan, Pirlo mendapatkan julukan sebagai The Metronome. Julukan tersebut didapat karena Pirlo lah yang menentukan ritme permainan I Rossoneri.
Semua Berubah Ketika Ancelotti Hengkang
Semua berjalan baik-baik saja hingga Carlo Ancelotti hengkang pada tahun 2009. Yang tadinya ingin menghabiskan waktu selama mungkin di Milan, Andrea Pirlo mulai berpikir untuk hengkang. Niat itu muncul setelah perlakuan klub yang dirasa tidak menghargai jasa-jasanya dalam sembilan tahun terakhir.
Meski sempat mengalami pasang surut, siapa pun jelas setuju kalau Pirlo akan selalu memegang peran penting di AC Milan. Namun, Massimiliano Allegri yang menggantikan posisi Ancelotti tak memiliki pandangan yang sama. Ia lebih gemar menggunakan Mark van Bommel ketimbang Pirlo. Usut punya usut, sikap ini diambil karena performa Pirlo yang dianggap menurun setelah Piala Dunia 2010.
Pirlo sempat mengalami cedera pada tahun 2010. Cederanya itu membuatnya absen di dua laga pertandingan Timnas Italia di Piala Dunia 2010. Setelah Piala Dunia itu, Allegri sejatinya ingin memakai Pirlo di AC Milan. Namun dengan syarat Pirlo harus mengubah posisi dan gaya bermainnya. Dan Pirlo menolak syarat itu.
Janji Manis
Merasa sudah mulai terpinggirkan, Pirlo berusaha mencari klub lain. Musim panas 2010, Chelsea sempat datang untuk merekrutnya. Namun, AC Milan menahan Pirlo untuk tidak pergi. Bahkan presiden AC Milan saat itu, Silvio Berlusconi berani menjamin kalau Pirlo masih menjadi bagian penting di skuad AC Milan.
Berlusconi berjanji akan memberikan perpanjangan kontrak Pirlo yang sejatinya habis di akhir musim 2010/11. Diberi jaminan seperti itu, Pirlo pun mengurungkan niatnya untuk pergi. Tapi setelah kontraknya habis, Milan ternyata hanya menawari perpanjangan kontrak selama satu tahun.
Alasannya karena Pirlo sudah berusia 32 tahun dan sering dibekap cedera. Pirlo yang mendengar tawaran itu kecewa. Dengan apa yang sudah ia berikan selama ini, Pirlo merasa pantas mendapatkan lebih dari itu.
Pembuktian di Juventus
Kesepakatan antara Pirlo dan Milan pun tak pernah tercapai. Akhirnya Pirlo memilih hengkang ke Juventus dengan status bebas transfer. Dalam salah satu wawancara dengan Prime Video, Pirlo sempat menegaskan kalau kepindahannya bukan karena uang, melainkan karena sikap klub yang membuatnya kecewa.
Usia memang sudah tak muda lagi, tapi secara statistik di lapangan Pirlo belum menunjukan penurunan. Kepindahan Pirlo ke Juventus memancing pujian untuk klub yang berbasis di Turin tersebut. Pirlo dianggap sebagai pemain gratisan terbaik dalam sejarah transfer Liga Italia.
Selama empat tahun di Juve, ia mencatatkan 164 penampilan, mencetak 19 gol yang 15 diantaranya berasal dari tendangan bebas. Selain itu, Pirlo juga lebih subur dalam raihan trofi domestik setelah bergabung dengan Juve, dengan empat gelar scudetto, satu Coppa Italia, dan dua Supercoppa Italia.
Tiga kali penghargaan pemain terbaik Italia pun ia dapat setelah bergabung dengan Juve. Meski dianggap pengkhianat, Pirlo memang layak mendapatkan kesempatan yang lebih baik dan Juventus lah yang bisa memberikan itu.
Sumber: Sempre Milan, BR, Talksport, Daily Star, Ligalaga