Berita Bola Terkini

Situs Berita Bola Terkini

Kapan Waktu yang Tepat Untuk Memecat Pelatih?

Klub-klub top Eropa ramai-ramai melakukan pemecatan pelatih. Fenomena ini sangat wajar. Pasalnya manajemen punya kendali penuh atas pemilihan dan pemecatan pelatih. Selagi kedua belah pihak tak melanggar kontrak yang sudah ditandatangani, itu tak akan jadi masalah.

Yang terbaru, kabar pemecatan hadir dari dua klub Liga Inggris, Chelsea dan Leicester City. Meski awalnya Todd Boehly mempercayakan proyek pembangunan kembali klub kepada Graham Potter, akhirnya sang pelatih dipecat juga. Potter membuat Chelsea tampil jauh di bawah standar.

Begitupun dengan Leicester City yang baru memecat Brendan Rodgers. Namun, apakah keputusan tersebut diambil secara spontan dan tanpa perhitungan? Tentu tidak. Lantas, kapan waktu yang tepat untuk memecat pelatih dalam sepakbola?

Memecat Pelatih Memperbaiki Performa Tim?

Pemecatan pelatih di klub sepakbola merupakan hal yang wajar. Manajer yang gagal membawa klubnya meraih hasil yang sesuai harapan tentu akan dipertimbangkan untuk dipecat dan dicari penggantinya.

Hasil penelitian yang dilakukan di Sheffield Hallam University terhadap sepakbola Inggris bisa dijadikan pedoman. Mereka menunjukan bahwa memecat manajer dapat membuat klub terhindar dari jurang degradasi. Penelitian ini dilakukan dengan melihat hasil selama 10 tahun Liga Inggris dari tahun 2003-2013. Pada rentang waktu tersebut, terjadi 60 pemecatan manajer di klub-klub Premier League.

Menurut penelitian tersebut, rata-rata poin per pertandingan klub yang mengambil keputusan memecat pelatihnya bisa meningkat menjadi 1,17 per game. Itu sedikit lebih baik ketimbang saat masih dipegang oleh manajer sebelumnya yang hanya di angka 1,03 per pertandingan.

Namun ternyata hasil ini lebih cenderung terjadi pada tim-tim papan bawah yang sedang berjuang menghindari degradasi. Mereka biasanya mengambil keputusan pada hari Senin atau sehari pasca pertandingan liga. Itu jadi waktu yang tepat agar tim memiliki persiapan yang cukup untuk mempersiapkan pertandingan berikutnya.

8 Pertandingan Awal Adalah Kunci

Lantas, kapan waktu yang tepat untuk melakukan perubahan tersebut? Selain harus menimbang berbagai hal sebelum memutus kontrak sang pelatih. Tentu ada beberapa opsi waktu yang bisa dipilih oleh klub untuk mengakhiri kerjasama dengan pelatih.

Salah satunya adalah di awal musim. Menurut ketua Swansea periode 2000-2019, Huw Jenkins, biasanya klub akan memberikan waktu kepada pelatih selama delapan pertandingan awal. Itu jangka waktu yang pas sebelum akhirnya mengevaluasi hasil kerja sang pelatih. Jika dirasa buruk, maka pecatlah sebelum pertandingan pekan ke-10.

Siasat ini dilakukan oleh sejumlah tim. Contohnya saja Bournemouth yang memecat Scott Parker setelah menuai hasil buruk di empat pertandingan awal Liga Inggris musim 2022/23. Hasil buruk itu membuat klub terdampar di peringkat 17 klasemen sementara Liga Inggris.

Meski Parker jadi sosok penting kembalinya The Cherrys ke kasta tertinggi sepakbola Inggris, manajemen tak segan untuk memecatnya di awal musim. Keputusan ini sempat menuai kontroversi karena dianggap terlalu dini. Namun menurut beberapa sumber, Parker juga berselisih dengan manajemen. 

Bournemouth dikabarkan enggan kembali menjadi klub yang bolak balik naik turun kasta. Jadi, permasalahan itu pula yang meyakinkan manajemen untuk memecat Scott Parker. Menariknya, Bournemouth tak mencari pelatih baru untuk menggantikan Parker. Klub hanya menunjuk sang asisten pelatih, Gary O’Neil sebagai pengganti Parker. Hasilnya? Lumayan, mereka sempat tak terkalahkan di enam pertandingan.

Pertengahan Musim

Jika klub sudah mengeluarkan dana untuk mendatangkan beberapa pemain di transfer musim dingin, mengevaluasi kinerja pelatih di bulan-bulan Februari hingga Maret jadi waktu yang tepat. Pemilihan waktu ini cukup populer di kalangan klub-klub Inggris. Salah satu yang sudah membuktikan adalah Leicester City saat memecat Claudio Ranieri bulan Februari 2017.

Meski telah menghadirkan trofi Liga Inggris pada tahun 2016, manajemen Leicester tak segan untuk tidak memperpanjang kerjasamanya dengan sang pelatih pada pekan ke-25. Pemecatan itu tepat setelah Leicester menelan lima kekalahan beruntun di Liga Inggris sehingga terperosok di peringkat 17 klasemen Liga Inggris.

Setelah Ranieri dipecat, Leicester tak buru-buru mencari penggantinya. Mereka justru menunjuk sang asisten pelatih, Craig Shakespeare. Setelah ia mengambil alih kemudi Leicester, Shakespeare langsung menghasilkan lima kemenangan liga dalam enam pertandingan. Itu membawa Leicester kembali naik ke peringkat 11 klasemen sementara Premier League.

Pemilihan siapa yang akan menggantikan peran pelatih sebelumnya juga sangat penting. Beberapa tim pasti menunjuk asisten pelatih, karena asisten sudah paham dengan kondisi tim. Tapi entah apa yang dipikirkan Barcelona ketika menggantikan Ernesto Valverde dengan Quique Setien pada pertengahan musim 2019/20. Alih-alih mempertahankan posisi puncak klasemen, di bawah Setien Barca justru kehilangan peluang juara.

Ketika Ada Masalah

Salah satu aspek yang diperhatikan sebelum memecat pelatih adalah pemain itu sendiri. Ketika pelatih sudah tidak memiliki hubungan baik dengan para pemain di ruang ganti, itu jadi waktu yang tepat untuk mengganti pelatih. Situasi ini sudah dilakukan oleh Tottenham ketika memecat Antonio Conte kemarin.

Di sesi jumpa pers setelah laga kontra Southampton, Conte ngamuk di depan media. Ia membeberkan segala macam keburukan yang terjadi di tim asal kota London tersebut. Conte menjadikan Daniel Levy sebagai masalah utama mengapa klub tak meraih kesuksesan dalam beberapa tahun terakhir.

Para pemain juga tidak luput dari kritikan Conte. Ia menganggap kalau para punggawa Spurs terlalu egois. Conte melihat pemain Tottenham tidak mau bermain di bawah tekanan dan selalu cari aman. 

Conte bahkan menyebut beberapa pemain tak memiliki mental juara. Ucapan pedas itu membuat kondisi ruang ganti makin memanas. Conte sudah tak mendapat respect lagi dari para pemain. Jadi tak heran apabila manajemen segera mengambil sikap untuk memecat sang pelatih.

Jangan Sampai Telat Ambil Keputusan

Namun, bagaimana apabila manajemen memberi kepercayaan lebih kepada sang pelatih? Tentu itu tak ada salahnya. Tapi jangan sampai telat mengambil keputusan. Situasi tersebut sering terjadi, dan mungkin contoh yang paling fatal adalah Persipura Jayapura musim lalu.

Terlepas dari internal yang bermasalah dan pengurangan poin, performa buruk Mutiara Hitam memang sudah terlihat sejak awal musim 2021/22. Dalam 10 laga awal, Persipura asuhan Jacksen F. Tiago mengalami rangkaian hasil buruk. Tapi manajemen seakan tak memperhatikan poin tersebut. Alhasil pergantian kursi kepelatihan ke tangan Alfredo Vera dirasa sudah terlambat.

Hal itu dibenarkan oleh legenda Persipura, Rully Nere. Mantan punggawa tim nasional Indonesia era 80-an itu berkata kalau manajemen Persipura telah kehilangan momentum untuk melakukan perubahan. Pasalnya, dalam 12 laga yang dipimpin Jacksen, Persipura hanya memperoleh lima poin sehingga terbenam di posisi ke-17 klasemen Liga 1. 

Jadi ketika Persipura berganti pelatih, mereka sudah kesulitan untuk mengembalikan semangat bermain tim yang sudah terlanjur hancur karena serangkaian masalah internal dan hasil buruk di liga.

Sumber: The Athletic, Panditfootball, Sky Sport, ESPN

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *