Berita Bola Terkini

Situs Berita Bola Terkini

Dulu Dicontoh Jepang, Sekarang Malah Belajar ke Jepang

Meski sudah berganti kepemimpinan, PSSI tak pernah kehilangan kelucuannya. Walaupun untuk kali ini kadar kelucuannya agak sedikit berbobot. Beberapa waktu lalu, Ketua Umum PSSI, Erick Thohir mengumumkan bahwa PSSI akan menjalin nota kesepahaman dengan Federasi Sepak bola Jepang atau JFA.

Tentu saja agar sepak bola Indonesia menuju ke arah yang lebih baik. Harapannya sih, begitu. Apalagi Jepang adalah salah satu kekuatan terbaik Asia. JFA juga menjadi percontohan bagi federasi-federasi sepak bola lainnya di Asia. Lalu, di mana letak kelucuannya?

Jauh-jauh hari sebelum Erick Thohir menjadi ketua umum PSSI, sepak bola Jepang lebih dulu belajar dari Indonesia. Namun, seiring waktu malah Indonesia yang belajar dari Jepang. Ini agak lucu. Atau kalau tidak mau menganggap ini lucu, ya, jadi semacam ironi.

Kerja sama PSSI dan JFA

Dikutip CNN Indonesia, PSSI dan JFA telah menandatangani Memorandum of Understanding atau MoU terkait kerja sama untuk mengembangkan sepak bola dalam negeri. Isi dari MoU itu mencangkup empat hal.

Pertama, kerja sama terkait benchmarking Liga Indonesia. Kedua, PSSI juga menjalin kerja sama dengan JFA soal pembangunan lapangan latihan timnas. Ketiga, kerja sama yang berkaitan dengan pembangunan timnas putri Indonesia. Lalu yang terakhir, kerja sama terkait perwasitan.

Menurut penuturan Erick Thohir, perihal poin keempat nantinya wasit-wasit pilihan JFA akan ditugaskan memimpin pertandingan Liga Indonesia musim 2023/24 mendatang. Sebentar, jadi ini cuma minjem wasit nih? Bukan memperbaiki kualitas wasit di Indonesia?

Apa pun itu kerja sama dengan JFA ini titik beratnya adalah membenahi kekacauan sepak bola Indonesia. Khusus poin yang terakhir, ini akan menjadi sangat menarik. Kita akan melihat seberapa sabar para wasit dari JFA menghadapi iklim Liga Indonesia yang dikenal suka mencampurkan olahraga sepak bola dengan wushu, taekwondo, pencak silat, dan debat interaktif itu.

Dulu Jepang Belajar dari Indonesia

Balik lagi ke poin awal. PSSI yang belajar ke Jepang soal sepak bola ini menjadi lucu, sangat lucu sekaligus ironi. Dulu padahal sepak bola Jepang yang belajar dari Indonesia, terutama soal pengelolaan liga. Adalah tahun 1991, kisah Jepang yang berguru dengan Indonesia dimulai.

Waktu itu, liga sepak bola Jepang masih belum profesional alias masih semi-profesional. Kompetisi Liga Jepang awalnya diikuti oleh tim-tim dari berbagai perusahaan lokal. Para pemainnya pun berasal dari perusahaan-perusahaan tersebut.

Sementara itu, di Indonesia terdapat dua kompetisi yang berbeda: Liga Perserikatan dan Galatama. Khusus yang terakhir merupakan cikal bakal liga yang akan diproyeksikan sebagai liga profesional di Indonesia di masa yang akan datang. Tidak jauh berbeda dengan liga semi-profesional di Jepang, klub-klub di Liga Galatama juga dikuasai oleh perusahaan.

Banyak dari klub-klub di Liga Galatama pendanaannya ditopang oleh perusahaan swasta maupun BUMN. Misalnya, Semen Padang yang didukung penuh oleh perusahaan PT Semen Padang sejak bermain di Galatama. Saat ke Indonesia, perwakilan Jepang melihat Galatama sebagai liga yang profesional dan sudah dikelola dengan baik.

Kala itu, Galatama dianggap lebih modern dan profesional daripada Perserikatan. Nah, Jepang melihat sistem yang dipakai Galatama adalah sistem yang baik bagi sepak bola, terutama untuk kompetisi liga. Model tersebut kemudian dipakai oleh Jepang dan diterapkan di J-League.

Jepang yang Berinovasi

Federasi sepak bola Jepang mengadopsi model yang dipakai Galatama. Namun, tidak seratus persen. Berbeda dengan Galatama, tim-tim di Jepang lebih banyak justru didanai oleh perusahaan swasta daripada pemerintah. Hal yang pada akhirnya membuat Liga Jepang bisa makin berkembang. Sementara, Galatama yang mulai diselimuti kasus suap kian tenggelam.

JFA juga melakukan variasi dalam mengadopsi model Galatama ke J-League. Salah satunya adalah soal pengembangan akademi dan tim junior. Tahun 1992 menjadi titik kebangkitan sepak bola Jepang. J-League mulai bergulir saat itu. Sepak bola Jepang mulai dari situ langsung merencanakan misi 100 tahun.

Targetnya, melalui kompetisi yang sehat, Jepang berambisi mengambil gelar Piala Dunia 2092. Saat Liga Perserikatan dan Galatama melebur pada 1994 silam, Liga Jepang mengalami perkembangan signifikan. Tahun 1997, Jepang sudah menelurkan nama beken seperti Hidetoshi Nakata yang menyabet gelar The Asian Player of The Year.

Timnas Jepang Berkembang

Kompetisi J-League yang makin bagus berimbas pada prestasi Timnas Jepang. Sejak 1995, Timnas Jepang tidak pernah absen masuk Piala Dunia junior. Bukan itu saja, Jepang juga berhasil memulai debutnya di Piala Dunia tahun 1998 di Prancis. Mulai saat itu bahkan Timnas Jepang tidak pernah absen di Piala Dunia.

Hebatnya lagi, Jepang tidak cuma numpang bermain di Piala Dunia. Sudah empat kali mereka lolos ke babak 16 besar. Terakhir, di Piala Dunia 2022, Timnas Jepang lolos ke 16 besar dengan memuncaki Grup E, yang mana di dalamnya ada Jerman, Spanyol, dan Kosta Rika. Jepang juga sudah empat kali menyabet gelar Piala Asia.

Sepak bola Indonesia Makin Kacau

Ketika sepak bola Jepang bergerak maju, sepak bola Indonesia kian bergerak ke arah kehancuran. Komentator lokal sekaligus pernah menjabat Direktur Kompetisi PSSI, Tommy Welly seperti dikutip Skor.id, mengatakan, Jepang berhasil memanfaatkan dinamisnya perkembangan sepak bola dengan sangat baik.

Sementara itu, menurutnya, sepak bola Indonesia masih sibuk dengan urusan internal maupun keberlangsungan kompetisi. Bung Towel, begitu sapaannya, mengatakan itu pada 2020 lalu, tapi masih relevan sampai Ketum PSSI sudah dijabat Erick Thohir.

Kongres PSSI beberapa waktu lalu, misalnya. Itu saja masih kacau. Lalu kompetisi liga yang terhenti, meski ketua umum terpilih awalnya berjanji ingin menggelar lagi kompetisi. Tapi kenyataannya justru tetap dihentikan. Liga 1 ada juara, tapi tidak ada degradasi. Unik bukan?

Kasus Suap

Kasus suap juga masih menghantui sepak bola dalam negeri. Siapa bisa menjamin sepak bola Indonesia berjalan tanpa suap? Sejak era Galatama, suap-menyuap menjadi racun dalam masakan bernama sepak bola Indonesia. Masih ingat kasus suap pemain Perserang?

Bukan itu saja. Kalau kamu mau sedikit mengeluarkan tenaga untuk mencari kasus suap di sepak bola dalam negeri, maka mesin pencari akan menyuguhkan banyak berita soal itu. Salah satunya skandal mafia bola di Liga 3 yang terungkap pada Maret 2022.

Dilansir Detik.com, lima manusia ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pengaturan skor Liga 3 zona Jawa Timur. Menurut laporan tersebut, pengaturan skor ini terjadi pada pertandingan Gresik Putra FC vs NZR Sumbersari dan Gresik Putra vs Persema Malang.

Kasus-kasus suap seperti itulah yang membuat sepak bola Indonesia jalan di tempat. Ini bukan soal timnasnya, tapi sepak bola Indonesia secara keseluruhan. Sebab timnas yang berprestasi sejatinya tidak bisa menutup borok sepak bola Indonesia. Btw, ada yang masih ingat kasus Kanjuruhan? Siapa yang akhirnya ditetapkan jadi terdakwa?

Tak Masalah

Tidak menjadi soal kalau PSSI akhirnya justru belajar dari Jepang. Kalau seperti itu keadaannya, kan, kita berarti mengakui kalau sepak bola Jepang sudah lebih baik dari sepak bola Indonesia. Dengan kata lain PSSI sedang menjalankan laku hidup yang dalam filosofi Jawa disebut “Kebo nusu gudel” atau “Kerbau menyusu anaknya”.

Namun, kalau sudah bekerja sama, harusnya sih, totalitas. Benar-benar belajar dari Jepang. Dan yang paling penting, bukan hanya dipelajari, melainkan harus diterapkan. Tidak perlu terburu-buru mengejar prestasi timnas. Kompetisinya dulu yang mesti dibenahi.

Sumber: CNNIndonesia, Historiaid, Indosport, Skorid, LastWordonSports, TheseFootballTimes

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *